1. Yunani Kuno:
Dalam mitologi Yunani kuno, Oracle Delphi diyakini memiliki kemampuan waskita, menyampaikan ramalan dan bimbingan kepada mereka yang mencari nasihat ilahi. Peramal tersebut dikatakan terinspirasi oleh dewa Apollo, memasuki keadaan seperti kesurupan untuk menerima penglihatan dan wawasan.
2. Tradisi Perdukunan:
Clairvoyance telah menjadi bagian integral dari praktik perdukunan dalam budaya asli di seluruh dunia. Dukun, yang sering dianggap sebagai perantara antara alam fisik dan spiritual, diyakini memiliki kemampuan mengakses pengetahuan tersembunyi dan berkomunikasi dengan dunia gaib.
3. Spiritualisme dan Mediumship:
Clairvoyance mendapat perhatian yang signifikan selama gerakan Spiritualisme di abad ke-19, yang menekankan pada kemampuan berkomunikasi dengan orang yang meninggal dan menerima bimbingan dari dunia roh. Medium mengaku menerima informasi psikis, termasuk gambar visual dan pesan dari roh, melalui keadaan trance atau tulisan otomatis.
4. Teosofi dan Pemikiran Baru:
Teosofi, yang didirikan oleh Helena Blavatsky pada akhir abad ke-19, memadukan tradisi spiritual Timur dan Barat, menekankan keberadaan tingkat kesadaran dan kekuatan psikis yang lebih tinggi, termasuk kewaskitaan. Ide serupa dieksplorasi dalam gerakan Pemikiran Baru, yang mempromosikan kekuatan berpikir positif dan kemampuan mental untuk mempengaruhi kehidupan seseorang.
5. Mistisisme dan Meditasi Timur:
Clairvoyance adalah konsep sentral dalam tradisi mistik Timur tertentu, seperti yoga, Budha, dan Hindu. Melalui praktik spiritual seperti meditasi dan realisasi diri, individu dikatakan mengembangkan kemampuan intuitif mereka dan mengakses tingkat kesadaran yang lebih tinggi, memupuk kewaskitaan dan persepsi ekstrasensor lainnya.
6. Penelitian Paranormal:
Di zaman modern, studi tentang kewaskitaan dan fenomena psikis lainnya telah dilakukan dalam bidang parapsikologi, yang bertujuan untuk menyelidiki dan memahami persepsi ekstrasensor secara ilmiah. Para peneliti telah melakukan banyak percobaan dan penelitian untuk menguji bukti kewaskitaan, yang menyebabkan perdebatan dan diskusi yang berkelanjutan.
Penting untuk dicatat bahwa keberadaan dan sifat kewaskitaan masih menjadi bahan perdebatan, dengan tingkat penerimaan yang berbeda-beda di berbagai budaya, sistem kepercayaan, dan komunitas ilmiah.