Istilah “epiphany” berasal dari kata Yunani “epiphaneia,” yang berarti “manifestasi” atau “wahyu.” Dalam konteks Hari Raya Epifani, yang dimaksud adalah perwujudan Yesus sebagai Anak Allah, tidak hanya bagi orang Majusi tetapi juga bagi seluruh dunia.
Selama Hari Raya Epiphany, umat Kristiani merayakan pentingnya inkarnasi Yesus dan awal pelayanan publiknya. Ini melambangkan wahyu kasih dan keselamatan Tuhan bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang atau status sosial mereka. Kunjungan orang Majus dari Timur menggarisbawahi sifat universal pesan keselamatan Allah, sebagaimana diwakili oleh tiga hadiah yang mereka bawa kepada bayi Yesus:emas, kemenyan, dan mur.
Hal ini juga dianggap di beberapa negara sebagai akhir resmi dari periode Natal dua belas hari yang dimulai dengan Hari Natal pada tanggal 25 Desember.
Secara tradisional, Pesta Epiphany dirayakan dengan layanan keagamaan, prosesi, dan pertemuan meriah. Dalam beberapa budaya, merupakan kebiasaan untuk menandai hari itu dengan memberi tanda kapur di atas pintu atau bertukar hadiah, yang dikenal sebagai "hadiah Epiphany", yang sering dikaitkan dengan kisah tiga orang bijak.
Hari Raya Epiphany mempunyai makna teologis yang mendalam bagi umat Kristiani, karena menyoroti penggenapan rencana keselamatan Allah melalui inkarnasi Yesus Kristus. Ini berfungsi sebagai pengingat akan wahyu kemuliaan Allah dan panggilan untuk menyaksikan dan membagikan Kabar Baik Yesus kepada seluruh dunia.