* Meramal sering dikaitkan dengan takhayul dan penyembahan berhala. Di banyak agama, diyakini bahwa hanya Tuhan yang mengetahui masa depan, dan upaya meramalkan masa depan adalah suatu tindakan kesombongan atau pemberontakan. Misalnya, di dalam Alkitab, nabi Yesaya mengutuk mereka yang "mencari tanda-tanda dan keajaiban" dan mengatakan bahwa mereka "berpaling dari Allah yang hidup" (Yesaya 8:19-20).
* Meramal dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Ketika orang percaya bahwa masa depan mereka telah ditentukan sebelumnya, mereka mungkin merasa tidak berdaya dan cemas tentang masa depan. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengambil keputusan berdasarkan rasa takut, bukan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka.
* Meramal dapat digunakan untuk mengeksploitasi orang-orang yang rentan. Orang-orang yang sangat membutuhkan jawaban tentang masa depan mereka kemungkinan besar akan dimanfaatkan oleh para peramal yang membebankan biaya tinggi atau memberi mereka informasi palsu atau menyesatkan.
Kekurangan Meramal Ditinjau dari Psikologi
* Meramal nasib dapat menyebabkan bias konfirmasi. Ini adalah kecenderungan untuk mencari informasi yang menegaskan keyakinan kita saat ini, namun mengabaikan informasi yang bertentangan dengan keyakinan tersebut. Misalnya, jika seseorang yakin bahwa dirinya akan mengalami hari yang buruk, ia mungkin hanya memperhatikan hal-hal negatif yang menimpanya, sementara mengabaikan hal-hal positifnya. Hal ini dapat mengarah pada self-fulfilling prophecy, dimana ekspektasi masyarakat tentang masa depan justru menyebabkan ekspektasi tersebut menjadi kenyataan.
* Meramal nasib dapat mengarah pada takhayul dan pemikiran magis. Ini adalah keyakinan bahwa tindakan atau objek tertentu mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi masa depan. Misalnya, seseorang mungkin percaya bahwa memakai jimat keberuntungan akan membawa keberuntungan, atau menghindari angka-angka tertentu akan membantu mereka menghindari nasib buruk. Hal ini dapat menyebabkan orang mengambil keputusan berdasarkan keyakinan yang tidak rasional dan bukan berdasarkan bukti.
* Meramal nasib dapat melemahkan efikasi diri. Ini adalah keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri untuk mencapai tujuan. Ketika orang percaya bahwa masa depan mereka sudah ditentukan sebelumnya, mereka mungkin merasa tidak punya kendali atas kehidupan mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan mereka menyerah pada tujuan dan impian mereka, dan menerima hal-hal yang kurang dari yang seharusnya mereka terima.
Secara keseluruhan, meskipun meramal bisa menjadi hiburan yang menghibur, penting untuk menyadari potensi kerugiannya. Dari segi agama, meramal dapat dipandang sebagai bentuk takhayul atau penyembahan berhala. Dari segi psikologi, meramal dapat menyebabkan bias konfirmasi, takhayul, pemikiran magis, dan melemahkan efikasi diri.