Prosedur ini dilakukan di perairan umum, seperti sungai atau danau. Terdakwa akan dilucuti pakaiannya dan diikat dengan tali. Mereka kemudian akan dibuang ke dalam air. Jika mereka melayang, mereka dinyatakan tidak bersalah. Jika tenggelam, mereka dinyatakan bersalah.
Metode float-sink dianggap sebagai cara yang dapat diandalkan untuk menentukan bersalah atau tidak karena diyakini bahwa Tuhan akan turun tangan untuk melindungi orang yang tidak bersalah. Namun, prosedur ini juga kontroversial dan akhirnya dihapuskan di sebagian besar negara Eropa pada abad ke-13.
Ada sejumlah alasan mengapa metode float-sink dianggap sebagai cara yang dapat diandalkan untuk menentukan bersalah atau tidak. Pertama, diyakini bahwa Tuhan akan turun tangan untuk melindungi orang yang tidak bersalah. Jika seseorang tidak bersalah, maka ia akan terapung di atas air, karena Allah tidak akan membiarkan ia tenggelam. Sebaliknya, jika seseorang bersalah, ia akan tenggelam, karena Tuhan tidak akan melindunginya.
Kedua, metode float-sink didasarkan pada pengamatan bahwa sebagian besar orang yang tidak bersalah akan panik ketika dilempar ke dalam air. Kepanikan ini akan menyebabkan mereka meronta dan memukul, sehingga membuat mereka tenggelam. Sebaliknya, kebanyakan orang yang bersalah tidak akan panik saat dilempar ke dalam air. Mereka akan tetap tenang dan tenang, sehingga memungkinkan mereka melayang.
Ketiga, metode float-sink dinilai dapat mencegah terjadinya kejahatan. Ancaman terlempar ke air dan kemungkinan tenggelam sudah cukup membuat banyak orang enggan melakukan kejahatan.
Namun, metode float-sink juga kontroversial. Kritik terhadap prosedur ini berpendapat bahwa prosedur tersebut tidak dapat diandalkan, dan dapat menyebabkan orang yang tidak bersalah dihukum karena melakukan kejahatan. Selain itu, prosedurnya sering kali kejam dan memalukan.
Pada abad ke-13, metode float-sink telah dihapuskan di sebagian besar negara Eropa. Namun, ini terus digunakan di beberapa wilayah Eropa hingga abad ke-18.